“PMK ini diterbitkan untuk mendorong Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan Skema Pajak Penghasilan (PPh) Final,” ujar Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak, Chandra Budi, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 3 Januari 2014.
Skema PPh final yang dimaksud Chandra adalah yang mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang telah berjalan sejak Juli 2013 lalu. Dengan aturan terbaru yang berlaku di awal tahun 2014 tersebut, pemerintah berharap lebih banyak wajib pajak yang ikut serta karena tidak lagi khawatir dengan efek perpajakan PPN-nya.
Sebelumnya, dalam Pasal 3A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai diatur pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP nantinya wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. “Aturan ini dikecualikan bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,” tutur Chandra.
Dengan adanya aturan pajak terbaru PPN 2014 PMK ini, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun akan memilih menjadi Non-PKP. Walhasil, para pengusaha tersebut tidak perlu menjalankan kewajiban perpajakan yang melekat.
Mereka juga tidak diwajibkan membuat faktur pajak dan tidak perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Dengan begitu, Ditjen Pajak berharap biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) menjadi lebih rendah.
Secara umum, dengan adanya aturan ini akan memudahkan Wajib Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. Sehingga, dengan adanya kemudahan ini ditambah kemudahan lain yang telah ada, maka Wajib Pajak akan menjadi lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Peraturan Pajak Terbaru PPN 2014 Isi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197.